Apa Itu Keadilan Restoratif? Pengertian, Prinsip, dan Contohnya di Indonesia

Yahukimo - Dalam beberapa tahun terakhir, istilah keadilan restoratif atau restorative justice semakin sering muncul di berbagai pemberitaan hukum di Indonesia. Pendekatan ini dianggap lebih manusiawi karena menekankan pada pemulihan hubungan sosial dan keadilan bagi korban, bukan hanya penghukuman terhadap pelaku.

Berbeda dengan sistem peradilan pidana tradisional yang fokus pada pembalasan, keadilan restoratif hadir untuk mencari solusi damai, memulihkan kerugian, dan memperbaiki hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat.

Pengertian Keadilan Restoratif

Secara sederhana, keadilan restoratif adalah pendekatan penyelesaian perkara pidana dengan melibatkan korban, pelaku, keluarga, dan masyarakat untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil melalui dialog.

Tujuannya bukan menghukum pelaku, melainkan memulihkan keadaan seperti sebelum kejahatan terjadi. Pendekatan ini mendorong pelaku untuk bertanggung jawab, meminta maaf, dan memperbaiki kesalahannya, sementara korban mendapatkan kesempatan untuk memperoleh keadilan secara langsung.

Menurut Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021, keadilan restoratif adalah penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, serta pihak lain yang terkait, untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, bukan pembalasan.

Landasan Hukum Keadilan Restoratif di Indonesia

Konsep keadilan restoratif di Indonesia telah memiliki dasar hukum yang kuat. Beberapa regulasi yang mengatur penerapannya antara lain:

  1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) mewajibkan penerapan diversi untuk anak yang berkonflik dengan hukum.
  2. Surat Edaran Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
  3. Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
  4. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 4 Tahun 2014 tentang Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.

Dengan adanya payung hukum ini, penerapan keadilan restoratif tidak hanya terbatas pada anak, tetapi juga mulai diterapkan untuk perkara pidana umum seperti pencurian ringan, penganiayaan ringan, dan kasus-kasus yang tidak menimbulkan korban jiwa.

Prinsip-Prinsip Keadilan Restoratif

Dalam pelaksanaannya, keadilan restoratif mengandung beberapa prinsip dasar, yaitu:

  1. Pemulihan, bukan pembalasan. Fokus utama adalah memperbaiki kerugian dan memulihkan hubungan sosial.
  2. Partisipasi aktif semua pihak. Korban, pelaku, keluarga, dan masyarakat dilibatkan dalam proses penyelesaian.
  3. Tanggung jawab pelaku. Pelaku harus mengakui kesalahannya dan berkomitmen memperbaikinya.
  4. Keadilan bagi korban. Korban mendapatkan pengakuan, kompensasi, dan kesempatan untuk didengar.
  5. Rekonsiliasi sosial. Proses hukum diarahkan untuk memulihkan keharmonisan masyarakat.

Proses dan Tahapan Keadilan Restoratif

Proses keadilan restoratif biasanya melalui beberapa tahapan penting:

1. Identifikasi Kasus

Aparat penegak hukum menilai apakah kasus memenuhi syarat untuk diselesaikan secara restoratif, seperti tindak pidana ringan, adanya perdamaian, dan kesediaan pelaku serta korban.

2. Dialog atau Mediasi

Pelaku, korban, dan pihak terkait duduk bersama dalam forum musyawarah yang difasilitasi oleh mediator. Tujuannya untuk mencari solusi dan kesepakatan pemulihan.

3. Kesepakatan Pemulihan

Hasil mediasi dapat berupa permintaan maaf, penggantian kerugian, pemberian kompensasi, atau tindakan sosial lainnya yang disetujui kedua belah pihak.

4. Pengawasan dan Penutupan Kasus

Jika kesepakatan dijalankan dengan baik, proses hukum dapat dihentikan. Namun, aparat tetap mengawasi pelaksanaan hasil kesepakatan agar berjalan sesuai komitmen.

Contoh Kasus Keadilan Restoratif di Indonesia

Beberapa contoh penerapan keadilan restoratif yang pernah terjadi antara lain:

  • Kasus pencurian ringan, seperti seseorang yang mencuri barang dengan nilai kecil karena faktor ekonomi. Setelah pelaku meminta maaf dan mengembalikan barang, korban memaafkan dan perkara dihentikan.
  • Kasus penganiayaan ringan antara warga di lingkungan yang sama. Melalui mediasi, pelaku meminta maaf dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya, sementara korban menerima permintaan maaf.
  • Kasus anak di bawah umur, di mana anak yang melakukan pelanggaran diberikan pembinaan tanpa harus melalui proses pengadilan.

Manfaat Keadilan Restoratif

Penerapan keadilan restoratif membawa banyak manfaat, baik bagi korban, pelaku, maupun masyarakat. Beberapa di antaranya:

✅ Bagi korban: Mendapatkan keadilan, pengakuan, dan pemulihan langsung.
✅ Bagi pelaku: Didorong untuk bertanggung jawab dan memperbaiki kesalahan.
✅ Bagi masyarakat: Terjalin kembali hubungan sosial yang harmonis.
✅ Bagi negara: Mengurangi beban kasus di pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.

Dengan demikian, pendekatan ini menciptakan keadilan yang lebih humanis, cepat, dan efisien.

Tantangan dalam Penerapan Keadilan Restoratif

Meski banyak manfaatnya, penerapan keadilan restoratif juga menghadapi berbagai kendala, seperti:

  • Kurangnya pemahaman aparat dan masyarakat tentang konsep ini.
  • Potensi disalahgunakan untuk melindungi pelaku yang memiliki kekuasaan.
  • Belum adanya standar pelaksanaan yang seragam di seluruh Indonesia.
  • Terbatasnya tenaga mediator profesional di lapangan.

Karena itu, perlu dilakukan sosialisasi dan pelatihan berkelanjutan agar penerapan keadilan restoratif berjalan transparan dan adil.

Keadilan restoratif adalah pendekatan baru dalam sistem hukum Indonesia yang berfokus pada pemulihan, bukan pembalasan. Konsep ini mendorong adanya dialog antara pelaku, korban, dan masyarakat untuk mencapai keadilan yang lebih manusiawi.

Dengan dukungan regulasi yang kuat dan pelaksanaan yang tepat, keadilan restoratif diharapkan dapat menjadi solusi efektif dalam menciptakan sistem peradilan yang lebih adil, damai, dan berkeadilan sosial.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 16 Kali.