Rumah Pohon Suku Momuna: Arsitektur Langit dan Kearifan Lokal Yahukimo
Yahukimo – Di tengah lebatnya hutan hujan tropis Kabupaten Yahukimo, Papua Pengunungan, berdiri kokoh sebuah mahakarya arsitektur yang menantang langit. Rumah Pohon Suku Momuna merupakan rumah tradisional yang disebut “Buku Subu” oleh masyarakat setempat ini bukan sekedar tempat tinggal, melainkan simbol kuat identitas suku, benteng pertahanan, dan perwujudan kearifan lokal yang hidup harmonis dengan alam.
Jauh dari hiruk pikuk modernitas, Suku Momuna yang mendiami dataran rendah reperti di Kampung Massi, Distrik Dekai, telah mewariskan tradisi membangun rumah di atas pohon yang menjulang tinggi antara 6 hingga 15 meter di atas permukaan tanah. Ketinggian ini memiliki fungsi mendalam yang terkait erat dengan cara hidup dan kosmologi suku.
Arsitektur Alami Kekuatan Tanpa Paku dan Semen
Keunikan utama Buku Subu terletak pada proses pembangunannya. Rumah pohon ini sepenuhnya memanfaatkan material alam dari hutan sekitar, hal ini menunjukkan pemahaman mendalam Suku Momuna terhadap lingkungan, seperti:
- Material Organik, Seluruh konstruksi, mulai dari tiang penyangga, rangka, hingga dinding dan lantai, terbuat dari kayu yang kuat (seperti kayu boa), kulit kayu, dan pelepah sagu.
- Konstruksi Terikat, Menariknya tidak ada paku, semen, atau material modern lainnya yang digunakan. Semua sambungan diikat erat menggunakan tali rotan sehingga menciptakan struktur yang lentur namun sangat kokoh menghadapi cuaca ekstrem.
- Tinggi dan Tertutup, Rumah ini dibangun tinggi untuk menghindari banjir musiman, serangan binatang buas (seperti ular dan buaya), dan yang terpenting sebagai benteng pertahanan diri dari ancaman suku lain di masa lalu.
- Desain Pertahanan, Buku Subu umumnya berbentuk tertutup rapat, tanpa jendela, dan hanya memiliki dua pintu (depan dan belakang). Desain ini bertujuan untuk menjaga kehangatan di tengah udara dingin di hutan dan memberikan jalur evakuasi yang cepat saat menghadapi bahaya.
Pada bagian luar rumah, dinding rumah Buku Subu terbuat dari kulit kayu. Untuk memperkuat dindingnya, diberikan kayu buah dan diikat dengan tali rotan. Tinggi rumah dari permukaan tanah 4,50 meter, Panjang rumah 8,60 meter, lebar rumah 4,9 meter. Pada bagian tengah bawah rumah terdapat sebuah pohon penyangga yaitu pohon jambu hutan yang ditambah lagi tiga tiang penyangga yang terdiri dari dua tiang di bagian depan dan satu tiang di bagian belakang.
Filosofi Tempat Hidup dan Beteng Perlindungan
Bagi suku Momuna, rumah pohon atau Buku Subu mempunyai banyak makna yang jauh melampaui fungsi fisik, yaitu :
- Perlindungan dan Keamanan: Fungsi yang paling mendasar adalah sebagai benteng. Ketinggian pada rumah Buku Subu memberikan jarak aman dari ancaman yang ada di darat dan terdapat sebuah lubang intai yang tersembunyi sehingga dapat memungkinkan penghuni untuk dapat melihat keadaaan yang ada di darat.
- Kehangatan Komunal: Meskipun rumah Buku Subu ini terlihat sederhana, bagian dalam rumah sering kali terbagi, ditandai dengan adanya tungku api yang tersusun dari batu. Tungku ini berfungsi sebagai penghangat, penerangan, dan pusat kegiatan keluarga. Kehidupan di ruang terbatas ini dapat memperkuat nilai-nilai kebersamaan dan komunal antar anggota keluarga.
- Koneksi Spiritual: Pohon yang dijadikan sebagai tiang utama sering kali dipilih secara sakral, karena dianggap sebagai penopang kehidupan yang dapat menghubungkan mereka dengan alam dan leluhur. Oleh karena itu mereka membangun rumah di atas pohon, sehingga secara simbolis hidup lebih dekat dengan langit dan roh-roh nenek moyang.
Warisan yang Terus Beradaptasi
Meskipun saat ini banyak anggota Suku Momuna, terutama yang tinggal dekat kota Dekai, mulai berpindah ke rumah-rumah permanen yang lebih modern. Tidak melunturkan identitas mereka, tradisi Buku Subu tetap menjadi identitas yang tak terpisahkan.
Keberadaan Rumah Pohon Suku Momuna yang dikenal dengan Buku Subu kini salah satu daya Tarik ekowisata berbasis masyarakat di Yahukimo. Para wisatawan dan peneliti yang datang ke Kampung Massi tidak hanya disuguhi dengan arsitektur yang menabjukan, akan tetapi juga diajak belajar secara langsung tentang bagaimana cara hidup masyarakat yang seimbang, mandiri, dan penuh kearifan dalam menjaga hutan dan warisan para lerluhur mereka,
Rumah Pohon Suku Momuna merupakan bukti nyata bahwa teknologi dan peradaban sejati tidak selalu diukur dari kemewahan material, melainkan dari kemampuan manusia untuk beradaptasi, bertahan, dan menciptakan mahakarya arsitektur yang selaras dengan panggilan alam.